
INDONESIA tengah bersiap membentuk Indonesia Salt Institute (Institut Garam Nasional) sebagai langkah besar menuju kemandirian garam nasional. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Rachmat Pambudy menyebut lembaga ini akan memperkuat ekosistem pergaraman nasional.
“Kita akan membangun Indonesia Salt Institute yang merupakan kombinasi pelaku usaha, akademisi, dan mitra pembangunan yang nantinya menjadi milestone program swasembada garam kita,” ujar Rachmat dalam agenda Penandatanganan Kerja Sama Pengembangan Lahan Garam dan Industri, di Gedung Bappenas, Jakarta.
Struktur awal lembaga ini akan melibatkan sejumlah tokoh strategis. Di jajaran Board of Advisors terdapat Rachmat Pambudy (Menteri PPN/Bappenas), Sakti Wahyu Trenggono (Menteri Kelautan dan Perikanan), serta Abraham Mose (Direktur PT Garam). Adapun Board of Directors akan diisi Prof Michael Gautama, Prof Suhaedi, dan Dr Y Paonganan.
Rachmat menjelaskan garam memiliki potensi nilai tambah yang jauh lebih besar dari sekadar bahan konsumsi rumah tangga. Garam dapat dikembangkan jadi bahan baku kosmetika, farmasi, industri, dan baterai.
“Kami mau mengembangkan garam agar bisa digunakan di bidang kedokteran, industri, dan bahan lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi, tidak hanya garam krosok atau garam pengawet makanan,” ucapnya.
Kerja sama dengan K-Utec Salt Technology Germany, PT Garam, serta sejumlah pemerintah daerah diharapkan dapat menghasilkan garam dengan kualitas industri yang tinggi. Pemerintah juga menegaskan Indonesia Salt Institute akan berperan penting dalam memperkuat riset, inovasi, dan pengembangan teknologi garam berbasis nilai tambah.
Beberapa daerah yang menandatangani kerja sama pengembangan lahan garam dan industri meliputi Kabupaten Kupang, Rote Ndao, Sabu Raijua, dan Timor Tengah Utara di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), serta Kabupaten Gresik di Jawa Timur. “Kami berharap kerja sama ini menjadi momentum mengembangkan industri garam secara terintegrasi yang juga melibatkan petani,” ujar Rachmat.
Langkah pembentukan Institut Garam Nasional dilakukan di tengah kebutuhan besar atas garam industri dalam negeri. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, produksi garam nasional pada 2023 mencapai 2,5 juta ton, melebihi target 1,7 juta ton. Namun, kebutuhan nasional masih mencapai sekitar 4,9 hingga 5 juta ton per tahun, dengan sebagian besar diserap sektor industri.
Kementerian PPN/Bappenas menargetkan swasembada garam dapat tercapai pada 2027 seiring pengembangan kawasan produksi baru di berbagai daerah, termasuk proyek Kawasan Sentra Industri Garam Nasional (K-SIGN) seluas 10.000 hektare di Rote Ndao, NTT.
Pemerintah juga tengah mempercepat transformasi tambak tradisional menuju tambak modern melalui penerapan teknologi seperti vacuum salt, geomembran, mekanisasi, dan sistem pengolahan berbasis efisiensi energi. Upaya ini sejalan dengan agenda hilirisasi komoditas kelautan agar garam Indonesia tidak hanya menjadi bahan baku, tetapi mampu menghasilkan produk turunan bernilai tinggi.
Rachmat berharap keberadaan Indonesia Salt Institute menjadi ujung tombak penguatan riset, inovasi, dan transfer teknologi dalam sektor pergaraman nasional. Lembaga ini akan fokus pada peningkatan standar dan mutu produksi agar garam nasional memenuhi spesifikasi industri, mendorong hilirisasi produk turunan seperti farmasi, kosmetik, dan baterai, serta membuka ruang bagi petambak rakyat untuk terlibat aktif dalam rantai industri.
Selain berorientasi ekonomi, pengembangan garam nasional juga menuntut perhatian terhadap aspek lingkungan dan keberlanjutan. "Dengan langkah ini, pemerintah berharap program swasembada garam tak hanya jadi slogan, tapi jadi kebijakan nyata berbasis riset, inovasi, dan keberlanjutan. Indonesia Salt Institute diharapkan jadi fondasi baru bagi kemandirian industri garam nasional dan simbol kebangkitan ekonomi kelautan Indonesia di masa depan," pungkasnya. (H-2)