KETUA Komisi Pemilihan Umum (KPU) Mochammad Afifuddin meminta maaf setelah menerbitkan aturan yang membatasi akses publik terhadap dokumen persyaratan calon presiden dan wakil presiden. Aturan itu kini dicabut setelah ramai mendapatkan kritik.
Afifuddin mengklaim tidak ada kepentingan pribadi siapapun dalam penerbitan aturan tersebut. "Kami dari KPU memohon maaf atas situasi keriuhan yang sama sekali tidak ada pretensi sedikit pun di KPU untuk melakukan hal-hal yang dianggap menguntungkan pihak-pihak tertentu," kata Afifuddin dalam konferensi pers di Gedung KPU, Jakarta Pusat pada Selasa, 16 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Afifuddin, KPU telah mendengar berbagai kritik dan masukan atas peraturan tersebut. Dia menyampaikan apresiasi terhadap berbagai catatan itu. Lembaganya juga telah mengadakan rapat dan uji konsekuensi lebih lanjut sebelum memutuskan aturan tersebut batal.
Setelah aturan itu batal, KPU akan menggunakan peraturan yang sudah ada sebelumnya dalam mengelola informasi publik. Di antaranya, kata Afifuddin, adalah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
Dalam kesempatan yang sama, Komisioner KPU August Mellaz mengatakan lembaganya mengapresiasi respons, catatan, dan kritik dari masyarakat. "Tetapi memang pasca-Pemilu ada pertimbangan-pertimbangan yang berbeda dan itu menjadi dasar kami," kata August.
KPU membatasi akses publik data capres-cawapres lewat Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 tentang Pembatasan Dokumen Persyaratan Calon Presiden dan Wakil Presiden, yang diterbikan pada 21 Agustus 2025. Keputusan KPU itu memuat 16 dokumen persyaratan calon presiden dan calon wakil presiden yang dikecualikan dari akses publik. Dokumen itu meliputi surat keterangan kesehatan, surat tanda terima laporan harta kekayaan, dan dokumen pernyataan pribadi.
Keputusan tersebut menuai kritik dari berbagai kalangan. KOMITE Pemilih Indonesia (TePI) menilai keputusan itu sebagai kemunduran serius dalam akuntabilitas dan integritas Pemilu. “Keputusan ini bukan sekadar prosedural, tetapi pelanggaran terhadap prinsip transparansi, akuntabilitas, kesetaraan, dan hak pemilih untuk tahu,” kata Koordinator TePI Jeirry Sumampow dalam keterangan tertulis, Senin, 15 September 2026.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengatakan publik berhak mengetahui informasi soal data capres-cawapres yang ditetapkan KPU. “Setahu saya ada hak publik untuk mengetahui informasi itu. Ya seperti di Menko Pangan kan Anda boleh tahu apa saja kan, silakan,” kata Menteri Koordinator Bidang Pangan ini di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 16 September 2025.