TENTARA Nasional Indonesia mengatakan ancaman siber bersifat lintas batas dan tidak bisa dipisahkan berdasarkan serangan dari luar ataupun dalam negeri. Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal (Marinir) Freddy Ardianzah mengatakan institusinya memiliki kewajiban menjaga ruang siber nasional sebagai bagian dari pertahanan negara.
“Ancaman siber itu borderless sebagaimana juga dunia digital yang tak ada batasnya. Ancaman bisa berasal dari luar ataupun dalam negeri,” kata Freddy dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Serangan dari luar negeri relatif lebih mudah teridentifikasi karena biasanya terkait dengan pola aktivitas yang bisa dilacak. Sedangkan ancaman dari dalam negeri dinilai lebih kompleks lantaran bisa menyaru sebagai aktivitas warga biasa.
“Ancaman dari dalam justru sulit dideteksi serta akan mendapat banyak tantangan dalam pencegahan dan penindakannya,” ujar Freddy.
Menurut Freddy, karena sifat ancaman siber tidak mengenal teritori, TNI menilai penting adanya koordinasi dengan berbagai lembaga. Ia menekankan kerja sama lintas sektor—termasuk dengan aparat penegak hukum, kementerian, ataupun masyarakat sipil—perlu dijalin agar ancaman digital dapat dicegah sebelum menimbulkan gangguan serius.
“Kerja sama ini diperlukan agar ancaman tidak mengganggu stabilitas nasional dan bisa dideteksi dini dalam rangka pencegahan sebelum meluas dan membuat kerusakan lebih parah,” ucapnya.
Pernyataan Freddy ini merupakan respons atas kritik Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan yang menilai TNI melampaui kewenangan ketika Komandan Satuan Siber TNI mendatangi Markas Kepolsian Daerah Metropolitan Jakarta Raya untuk melaporkan dugaan tindak pidana yang dilakukan pemengaruh sekaligus Chief Executive Officer Malaka Project Ferry Irwandi.
Ketua Badan Pekerja Centra Initiative Al Araf, misalnya. Ia menilai ukuran serangan siber yang masuk kategori ancaman pertahanan bisa dilihat dari pengalaman perang Rusia-Ukraina, saat ruang digital digunakan untuk menghadapi ancaman antarnegara, dari pencegahan hingga penindakan.
“Jadi fungsinya di situ, bukan untuk menghadapi influencer atau demonstrasi warga. Kalau dipakai seperti sekarang, itu berbahaya,” ucapnya saat dihubungi, Kamis, 11 September 2025.
Selain itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid menilai TNI hanya berwenang menangani cyber defense threats atau ancaman pertahanan siber, misalnya serangan digital dari luar negeri yang mengancam sistem pertahanan nasional.
Kasus-kasus yang terkait cyber security threats atau ancaman keamanan siber di dalam negeri, menurut dia, menjadi ranah aparat penegak hukum sipil. “Seandainya sistem pertahanan nasional kita terancam dunia sibernya oleh serangan dari luar negeri, itulah tugas TNI. Itu pun harus ada keputusan politik negara,” ucapnya, Selasa, 9 September 2025.