INDONESIA Corruption Watch (ICW) menyoroti pengadaan ratusan ribu televisi pintar (smart TV) atau interactive flate panel untuk program digitalisasi sekolah. Pengadaan itu dilakukan tanpa melalui tender.
Koordinator Badan Pekerja ICW Wana Alamsyah mengatakan metode pengadaan barang secara tertutup tanpa tender merupakan modus yang paling sering digunakan untuk melakukan penyelewengan. Sebab, menyerahkan proyek pengadaan barang kepada perusahaan tunggal rentan terjadi konflik kepentingan.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
"Hal tersebut membuka ruang penyelewengan jika tanpa mekanisme transparansi dan akuntabilitas yang ketat," kata Wana melalui pernyataan tertulis pada Jumat, 12 September 2025.
Pemerintah saat ini tengah membagikan satu smart TV bagi setiap sekolah untuk pembelajaran jarak jauh. Setidaknya ada 330 ribu smart TV yang akan dibagikan ke berbagai sekolah hingga akhir tahun ini.
Wana menyayangkan adanya regulasi yang memperbolehkan pengadaan barang dan jasa untuk program tersebut dilakukan tanpa tender. Aturan yang dimaksudkan adalah Keputusan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Aturan itu menyebutkan pengadaan barang/jasa untuk program prioritas pemerintah atau bantuan presiden boleh dilakukan melalui penunjukan langsung alias tanpa tender.
Menurut Wana, regulasi ini membuka lebar celah-celah untuk korupsi. Para vendor akan melakukan apa pun dan berlomba-lomba menarik perhatian penyelenggara proyek, dalam hal ini pemerintah. "Pengadaan yang dilakukan dengan skema penunjukan langsung berpotensi dimenangi pihak tertentu," ujarnya.
Wana pun mempertanyakan perusahaan yang ditunjuk pemerintah untuk menyediakan dan menyalurkan perangkat smart TV. Hingga saat ini, vendor tersebut belum diumumkan di kanal pemantauan evaluasi, padahal produk itu sudah disebarkan ke berbagai sekolah di Indonesia.
"Jika saat ini telah didistribusikan sejumlah TV ke sekolah, seharusnya prosesnya sudah selesai," ucap Wana. "Hal ini penting untuk dibuka kepada publik agar tahu siapa saja yang memenangi proyeknya."
Sebelumnya, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) mengatakan pengadaan barang tanpa tender ini sudah sesuai dengan aturan, mengingat program smart TV merupakan keinginan langsung Presiden.
Kendati demikian, Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah LKPP Setya Budi Arijanta menjelaskan, untuk mendapatkan harga yang bersaing, pihaknya tidak melakukan penunjukan langsung kepada satu perusahaan, tapi menggunakan metode penunjukan kompetisi. Maksudnya, LKPP lebih dulu menyisir perusahaan-perusahaan besar yang dinilai mampu memenuhi program ini.
Kemudian mereka mengundang perusahaan besar yang memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) di atas 25 persen. Saat itu ada delapan perusahaan besar yang mereka undang untuk mengajukan penawaran. Namun, dari jumlah itu, hanya dua perusahaan yang menyodorkan harga, yakni Acer dan Hisense. Kedua perusahaan digital itu menawarkan harga Rp 40-an juta per unit.
Dalam proses negosiasi, Acer memilih mundur karena enggan menurunkan harga. Sedangkan pemerintah dan Hisense bersepakat dengan harga Rp 26 juta per unit. "Sudah termasuk ongkos kirim, asuransi, dan garansi gitu, ya," kata Setya.