Jakarta (ANTARA) - Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memproyeksikan, penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di lima bank umum berpotensi menambah pertumbuhan PDB nasional sekitar 0,3-0,6 poin persentase (ppt) jika tersalurkan optimal ke sektor produktif.
“Tapi itu dikondisikan seluruh Rp200 triliun disalurkan kepada sektor yang produktif seperti manufaktur atau sektor yang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga dampaknya kepada PDB pun bisa lebih besar. Kalau tidak disalurkan ke sektor produktif, mungkin dampaknya kurang dari 0,3-0,6 poin persentase,” kata Josua dalam acara Wealth Wisdom 2025 di Jakarta, Selasa.
Secara umum, Josua menilai kebijakan penempatan dana pemerintah di Himbara akan berdampak positif terhadap likuiditas perbankan. Apalagi, catat dia, rasio kredit terhadap dana pihak ketiga (LDR) di bank-bank Himbara saat ini tergolong tinggi.
Dengan tambahan likuiditas, kemampuan bank menyalurkan kredit diharapkan meningkat, sehingga dapat memperkuat pertumbuhan ekonomi nasional.
Permata Institute for Economic Research (PIER) mengestimasikan, injeksi dana pemerintah berpotensi meningkatkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sekitar 1,72 poin persentase dan mendorong pertumbuhan kredit sebesar 0,8-1,4 poin persentase. Namun, Josua mengingatkan bahwa penawaran likuiditas bukan satu-satunya faktor penentu.
“Jadi memang itikadnya bagus bahwa likuiditas ini banjir di pasar. Tapi pertanyaan berikutnya bagaimana demand side kredit,” kata dia.
Menurutnya, peningkatan permintaan kredit masih menjadi tantangan utama bagi sektor perbankan. Saat ini, banyak pelaku usaha yang belum agresif melakukan ekspansi karena masih menunggu kepastian arah ekonomi global dan stabilitas pasar domestik.
Di sisi lain, sejumlah perusahaan besar cenderung mengandalkan pendanaan dari sumber internal seperti laba ditahan atau penerbitan obligasi korporasi, sehingga kebutuhan pembiayaan dari perbankan relatif terbatas. Akibatnya, tambahan likuiditas yang besar di sistem perbankan belum otomatis mendorong penyaluran kredit baru ke sektor riil.
Selain itu, Josua juga mengingatkan adanya potensi dampak terhadap inflasi, meskipun dinilai bersifat moderat. Percepatan perputaran uang akibat tambahan likuiditas dapat memicu kenaikan inflasi sekitar 0,3-0,5 poin persentase.
“Jangan lupa juga, dengan perputaran uang semakin cepat, ini pun juga akan bisa memicu peningkatan inflasi. Inflasi kami perkirakan akan ada potensi peningkatan 0,3-0,5 poin persentase. Jadi memang ini agak mix dampaknya kepada perekonomian,” jelas dia.
Josua menilai, efektivitas kebijakan ini sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, sektor perbankan, dan dunia usaha dalam mendorong permintaan kredit.
Pemerintah diharapkan dapat mendorong sisi permintaan kredit melalui berbagai langkah yang memperkuat kegiatan ekonomi riil. Apalagi jika upaya tersebut disokong oleh implementasi stimulus ekonomi “8+4+5”, permintaan pembiayaan diperkirakan akan meningkat sehingga efek injeksi dana terhadap pertumbuhan ekonomi bisa lebih kuat.
“Sehingga ketemu (keseimbangan antara sisi penawaran dan permintaan kredit). Dari sisi supply kreditnya meningkat, demand-nya juga diharapkan meningkat, ditambah dengan pendorong paket ‘8+4+5’ akan bisa mengangkat permintaan kredit, sehingga pertumbuhan kredit diharapkan juga meningkat,” kata Josua.
Baca juga: Airlangga: Dana Rp200 T bikin bankir "panas-dingin" jelang akhir tahun
Baca juga: Dana ke perbankan dan paket stimulus dinilai motor serap tenaga kerja
Baca juga: Ekonom: Dana ke perbankan bisa disusul insentif pegawai di padat karya
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.