Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menanggapi sorotan yang ditujukan pada dana operasional gubernur dalam APBD Jawa Barat yang menembus Rp 28,8 miliar setahun. Ia mengklaim dana operasional tersebut digunakan seluruhnya untuk membantu masyarakat Jawa Barat.
“Semuanya untuk belanja kepentingan rakyat, yaitu membantu orang sakit di rumah sakit saya bayarin, ada orang sakit tidak punya biaya operasional selama keluarganya sakit di rumah sakit biaya angkutannya saya bayarin," kata Dedi dalam keterangannya, Jumat, 12 September 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Menurut Dedi, dana operasional itu diklaimnya juga digunakan untuk perbaikan rumah warga, perbaikan infrastruktur desa dan pembangunan jembatan. Ia mengaku dana operasional tersebut tidak dipergunakannya untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan masyarakat Jawa Barat.
“Berbagai kegiatan sosial lainnya yang dalam setiap waktu saya lakukan. Setiap hari juga ada antrian orang yang ngantri ke Lembur Pakuan," kata Dedi. Lembur Pakuan adalah kawasan kediaman Dedi.
Dedi pun mengatakan ia tidak keberatan dana operasional gubernur tersebut dihapuskan. Sebab, menurut dia, hal tersebut tak akan merugikannya, melainkan akan merugikan masyarakat yang tak bisa terbantu lagi. "Karena apa? Karena berbagai kegiatan yang terjadi di masyarakat apabila tidak terangkat sebelumnya di APBD tidak bisa dibantu," kata dia.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Jawa Barat Herman Suryatman mengatakan dana operasional gubernur dan wakil gubernur diperuntukkan untuk membiayai kebutuhan cepat di lapangan. Dengan dana operasional tersebut, gubernur dan wakil gubernur bisa langsung memberikan bantuan langsung tanpa harus menunggu proses musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang).
Herman mengatakan, anggaran dana operasional gubernur mengikuti regulasi dengan patokan dana operasional gubernur ditetapkan sebesar 0,15 persen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dengan PAD Jawa Barat mencapai Rp 19 triliun, dana operasional gubernur dalam setahun menembus Rp 28,8 miliar. Rinciannya dituangkan dalam Peraturan Gubernur.
"Berdasarkan Pergub Nomor 14 Tahun 2025, merinci bahwa gaji dan tunjangan KDH (kepala daerah) dan WKDH (wakil kepala daerah) Rp 2,2 miliar dan Dana Operasional KDH dan WKDH Rp 28,8 miliar," kata Herman, dikutip dari siaran pers Humas Jabar, Jumat.
Mengutip siaran pers tersebut, Peraturan Pemerintah mengatur dana operasional atau Biaya Penunjang Operasional (BPO) kepala daerah/wakil kepala daerah. Penggunaan BPO di antaranya untuk Koordinasi, Penanggulangan Kerawanan Sosial Masyarakat, Pengamanan dan Kegiatan Khusus Lainnya untuk mendukung pelaksanaan tugas Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Dan besaran BPO sesuai PP diambil dari persentase PAD. Penggunaan BPO tersebut di antaranya untuk Beasiswa Anak Yatim, Bantuan Santri di Pesantren, Bantuan Usaha Masyarakat Miskin, Bantuan Rumah Roboh, Bantuan Jalan Kampung, dan sebagainya. Pengeluaran BPO diklaim dapat dipertanggungjawabkan dengan bukti yang lengkap.
Herman mengklaim dana operasional gubernur tersebut kembali pada masyarakat. “Yang Rp 28 miliar itu kembali ke masyarakat, tapi yang memutuskannya kepala daerah dan wakil," kata dia. Adapun dana operasional RP 28,8 miliar itu ditujukan untuk gubernur dan wakil gubernur.
Ia mencontohkan gubernur atau wakil gubernur turun ke lapangan, lalu ada warga yang rumahnya roboh. Kepala daerah bisa langsung menggunakan dana operasionalnya untuk membantu warga. "Kan harus diberi santunan, tidak mungkin di-musrenbang-kan dulu,” kata dia.
Dana operasional gubernur dan wakil gubernur Jawa Barat menjadi sorotan menyusul kritik yang ditujukan pada tunjangan perumahan anggota DPRD Jawa Barat sebesar Rp 50 juta per bulan.