Jakarta (ANTARA) - Center for Economic and Law Studies (CELIOS) mengungkapkan bahwa regulasi terkait bunga pinjaman daring (pindar) di Indonesia merupakan implementasi yang terbaik di antara negara-negara Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).
Dalam riset terbarunya yang berjudul "Dampak Regulasi Batas Maksimum Manfaat Ekonomi Pinjaman Daring", CELIOS membandingkan pendekatan sejumlah negara ASEAN dalam mengatur industri pinjaman daring, salah satunya terkait pengenaan bunga pinjaman.
Direktur Ekonomi Digital CELIOS Nailul Huda menyampaikan dalam keterangan resminya yang diterima di Jakarta, Rabu, bahwa Singapura tidak menetapkan batas bunga pindar, sementara Malaysia menerapkannya tapi hanya di pasar pinjaman konvensional (conventional lending).
Vietnam bahkan baru mulai memperkenalkan regulasi tersebut melalui regulatory sandbox pada 2025 dengan ketentuan bunga yang masih bersifat sementara.
Sementara Indonesia telah sejak awal menerapkan regulasi ketat bagi industri pindar, termasuk terkait tata kelola, kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam industri pindar, hingga pelindungan pemberi pinjaman (lender) melalui Rapat Umum Pemberi Dana (RUPD).
Meskipun demikian, Nailul menggarisbawahi perlunya konsistensi dalam penetapan bunga untuk menjaga stabilitas industri.
“Pengaturan (bunga pindar) harus memperhatikan dua sisi market (pasar), yakni lender dan borrower (peminjam),” ujarnya.
Per 1 Januari 2025, batas maksimum manfaat ekonomi per hari bagi pinjaman konsumtif dengan tenor di bawah 6 bulan tetap 0,3 persen.
Sementara batas maksimum manfaat ekonomi harian bagi pinjaman konsumtif dengan tenor di atas 6 bulan turun menjadi 0,2 persen dari sebelumnya 0,3 persen.
Ia menyampaikan bahwa pihaknya juga menetapkan batas maksimum bunga harian untuk pinjaman produktif.
Peminjam dari sektor usaha mikro dan ultra mikro dibebankan batas maksimum manfaat ekonomi per hari sebesar 0,275 persen untuk tenor di bawah 6 bulan dan 0,1 persen untuk tenor di atas 6 bulan.
Sedangkan pinjaman produktif untuk usaha kecil dan menengah batas maksimum bunga hariannya sama bagi tenor di bawah 6 bulan maupun tenor di atas 6 bulan, yakni 0,1 persen.
Selain itu, Nailul juga menyoroti pentingnya penindakan pinjaman online (pinjol) ilegal melalui pelacakan, pemblokiran, dan pengawasan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), peningkatan literasi keuangan digital, serta penyusunan peta jalan regulasi yang menyeimbangkan kepentingan industri dan pelindungan konsumen.
Ia mengatakan literasi keuangan digital harus menjadi tanggung jawab bersama bagi seluruh pemangku kepentingan agar masyarakat tidak lagi terjebak dalam pinjaman ilegal.
“Selalu kita sampaikan (melalui) kolaborasi dan kampanye untuk mendorong bahwa literasi keuangan (digital) itu bukan hanya (peran) di OJK, Kemenkomdigi (Kementerian Komunikasi dan Digital), tapi juga setiap sektor, termasuk pendidikan,” kata Nailul Huda.
Direktur Pengembangan Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hari Gamawan menyampaikan bahwa Indonesia menjadi satu dari 108 negara di dunia yang menerapkan mekanisme pembatasan bunga pindar.
“Latar belakang kenapa (regulasi) manfaat ekonomi (suku bunga) dilakukan oleh OJK adalah (untuk) penguatan pelindungan konsumen. (Ini juga) untuk mendorong inklusi keuangan yang bertanggung jawab, yang memberikan manfaat,” ujar Hari Gamawan.
Baca juga: Celios: Perbankan jadi sumber utama pendanaan bagi pindar
Baca juga: OJK ajak pindar perkuat perlindungan konsumen melalui literasi
Baca juga: Celios: Pajak bagi pengusaha daring wujud kesetaraan aturan
Pewarta: Uyu Septiyati Liman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.