Jakarta (ANTARA) - Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah pungutan tahunan yang dikenakan kepada pemilik atau pengguna tanah dan bangunan yang memberikan manfaat ekonomi maupun sosial. PBB berperan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah untuk mendukung pembiayaan pembangunan dan pelayanan publik.
PBB bersifat kebendaan, sehingga besarnya pajak ditentukan berdasarkan nilai objek pajak, bukan kondisi pemiliknya. Penetapan nilai tersebut mempertimbangkan faktor seperti luas tanah, lokasi, dan fungsi bangunan, sehingga tarif yang dikenakan dapat berbeda antara satu objek dengan lainnya. Berikut penjelasannya.
Jenis pajak PBB
1. PBB Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2)
Dikelola pemerintah daerah dan berlaku untuk rumah, tanah, atau bangunan di wilayah permukiman dan kota.
2. PBB Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan (PBB-P3)
Dikelola pemerintah pusat dan berlaku untuk lahan serta bangunan yang digunakan dalam sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan.
Dasar hukum dan subjek pajak
PBB diatur melalui Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1985 yang kemudian diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994. Peraturan ini menjadi dasar hukum penarikan pajak atas kepemilikan maupun pemanfaatan tanah dan bangunan di Indonesia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pengelolaan PBB-P2 diserahkan kepada pemerintah daerah. Subjek PBB mencakup orang pribadi atau badan yang memiliki, menguasai, atau memanfaatkan tanah dan/atau bangunan, baik untuk kepentingan pribadi maupun usaha.
Baca juga: DPR: Pemerintah harus respon kenaikan PBB daerah agar tak jadi masalah
Objek yang dikenakan dan dikecualikan
1. Objek kena pajak
Tanah (sawah, kebun, pekarangan) dan bangunan (rumah tinggal, gedung usaha, kolam renang, pusat perbelanjaan).
2. Objek tidak kena pajak
Fasilitas umum tanpa tujuan komersial seperti rumah ibadah, sekolah, rumah sakit, kawasan lindung, peninggalan purbakala, dan kantor pemerintahan.
Cara menghitung besaran pajak PBB
Rumus perhitungan PBB:
PBB Terutang = (NJOP – NJOPTKP) × Tarif Pajak
• NJOP (Nilai Jual Objek Pajak): nilai rata-rata pasar tanah atau bangunan, ditetapkan pemerintah daerah.
• NJOPTKP (Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak): batas nilai yang tidak dikenakan pajak, umumnya Rp12 juta, tetapi di beberapa daerah bisa berbeda.
• Tarif Pajak: umumnya maksimal 0,5 persen, beberapa daerah menerapkan tarif progresif.
Baca juga: Gubernur Jateng pastikan pelayanan publik di Pati sudah normal
Cara membayar pajak PBB
Pembayaran PBB dapat dilakukan secara online maupun offline:
• Online: melalui situs resmi pemerintah daerah (e-SPPT), mobile banking, ATM, dan marketplace seperti Tokopedia dan Shopee.
• Offline: melalui minimarket, kantor pos, atau loket pembayaran di kantor pajak daerah.
Dengan membayar PBB tepat waktu, masyarakat turut berperan dalam mendukung pembangunan daerah. Pajak yang terkumpul akan digunakan untuk membiayai berbagai proyek infrastruktur, fasilitas umum, serta layanan sosial yang bermanfaat bagi warga.
Selain itu, pembayaran tepat waktu juga membantu masyarakat terhindar dari sanksi atau denda keterlambatan. Langkah ini sekaligus menjaga kelancaran layanan publik yang bergantung pada penerimaan pajak sebagai sumber pendanaannya.
Baca juga: PBB di Jakarta hanya naik 5-10 persen
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.