
RUMAH Batik Tower Bersama Grup (TBIG) menggelar wisuda ke-6 bagi sejumlah siswa rumah batik TBIG angkatan ke 9 di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, pada Kamis, (9/10).
Kegiatan wisuda ini bersamaan dengan kegiatan kunjungan para jurnalis seluruh Indonesia ke rumah batik TBIG di Pekalongan dalam rangkaian kegiatan pelatihan jurnalistik selama sebulan penuh pada September lalu melalui kelas daring. Sebanyak 13 wartawan terpilih dari seluruh Indonesia dalam Journalism Fellowship On CSR 2025 batch II hasil kolaborasi Tower Bersama Grup (TBIG) dan Gerakan wartawan Peduli Pendidikan (GWPP).
Chief of Business Support Officer TBIG, Lie Si An, mengatakan wisuda kali menunjukan sebuah komitmen TBIG soal keberlangsungan CSR di rumah batik. Konsistensi ini sudah ditunjukan dari 10 tahun lalu. Sebuah perjalanan panjang dan pada hari ini kita bisa melihat hasil yang diperoleh dengan adanya wisudawan. Dan para wisudawan sudah menjadi wirausahawan.
"Banyak pelanggan dari luar order batik di sini tentunya kualitas setiap tahun membaik. Kita ada satu program juga Indonesian Vision Chamber, mungkin ada 12 siswa dilatih khusus oleh desainer internasional agar hasil karyanya hingga internasional. Itu komitmen yang konsisten setiap tahun dan selalu ada kajian tidak hanya rumah batik namun juga wisudawan dengan jaringan yang kami bentuk untuk masa depan mereka. Pesan saya manfaatkan apa yang sudah didapat dari rumah batik menjadi bekal tidak terbatas untuk masa depan kalian karena ilmu bisa diterapkan dan kedua lulusan masih kami bina tidak hanya melalui forum komunikasi juga manfaatkan bantuan koperasi di rumah batik agar bisa menjembatani wisudawan menjadi wirausaha," pesan Lie Sie An.
CSR Harus Berdampak
Head of CSR Departement TBIG, Fahmi Sutan Alatas, mengatakan Indonesia dengan segala keunikan dalam CSR punya tantangan tersendiri.
CSR sebagai salah satu pilar penguatan masyarakat punya nilai ganda dimana nilai ekonomi dan sosial. CSR perlu konsistensi dalam tindakan dan nilai. Namun ,begitu CSR tidak berfungsi mengganti tanggung jawab pemerintah.
Menurut Fahmi CSR TBIG yang menyasar para tuna rungu atau kaum difabel di Pekalongan ini sebenarnya sebagai cerminan tata kelola perusahaan yang benar dan baik dan bertanggung jawab meliat realitas sosial yang ada. Bila tata kelola perusahaan belum dilakukan dengan benar maka tidak perlu terburu-buru untuk mengelola CSR. Seperti sebuah ruko yang bisa melatih dan memberikan sertifikasi pada para pekerjanya berarti perusahaan telah berbuat CSR. Selain itu Fahmi menjelaskan CSR harus dilihat sebagai tindakan komunikatif ada kebenaran, ada ketulusan serta impactnya bukan hanya press rilis.
"Mengukur CSR bukan dengan berapa besar biayanya namun seberapa besar impact. Impact yang dikejar bukan jumlah. Semua karena tata kelola perusahaan yang benar. Kalau tidak etis bukan namanya CSR. Seperti bagaimana perusahaan punya tanggung jawab untuk meningkatkan kapasitas wartawannya. Bukan untuk pencitraan," pungkas Fahmi.
Melihat Teman Tuna Rungu Membatik
Pada beberapa hari sebelumnya jurnalis Media Indonesia yang juga ikut dalam kegiatan ini melihat sejumlah anak difabel membatik di Rumah Batik TBIG. Sejumlah anak tuna rungu ini terlihat antusias membatik. Mereka berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat di sela-sela membatik antar sesama temannya. Tangannya mengalun lembut dengan canting di tangan berputar berkelok pada harus desain diatas permukaan kain.
Menurut para orangtua wisudawan, dengan belajar di rumah batik TBIG anaknya mengalami peningkatan kualitas dari sebelumnya hanya belajar di rumah. Selain itu motivasinya semakin bertambah dalam membatik sehingga bisa menjadi penerus membatik dalam keluarga.
"Anaknya saya sudah 6 bulan belajar di rumah batik TBIG ini dampaknya motivasi jadi tambah meningkat, lalu pintar di rumah juga membatik, semangatnya ada, saya mendukung karena sebagai penerus orangtua. Dari segi membatik di sini ada lebih seperti ada printing, cap, anak saya belajar di sini soal tingkatan dan kualitas lebih tinggi, menigkat dibandingkan sebelumnya. Saya bersyukur anak saya bisa belajar di sini, " kata Ari Hendrayanto asal Pekalongan.
Sekitar 30 karya batik dipajang dalam rumah batik dengan beragam motif serta filosofinya. Ada motif Garudha Pusara yang dalam mitologi Hindu merupakan lambang kekuatan, keagungan kesetiaan dan pengabdian. Naga Koi Tirta Segara yang artinya kuat dari perjalanan menuju kejayaan dan kekuasaan.
Akhmad Faisal pengajar para siswa di rumah batik TBIG mengatakan pembelajaran siswa reguler A siswa yang diusia produktif, dan siswa reguler B yang berkebutuhan khusus. Untuk wisudawan kali ini berjumlah 45 orang termasuk didalamnya 8 orangnya berkebutuhan khusus.
Faisal menjelaskan kelas reguler A, periode pembelajaran semester 1 dimulai pada bulan Oktober 2024 sampai dengan bulan Maret 2025 dan semester 2 dimulai bulan April 2025 sampai dengan bulan September 2025. Diikuti sebanyak 30 peserta dan yang lulus 27 peserta dengan kompetensi yang diajarkan meliputi desain produk, pelekatan produk, pewarnaan dan penyempurnaan produk. Siswa juga diberi kesempatan untuk mengikuti program inkubasi. Selanjutnya untuk kelas reguler B, diikuti sebanyak 10 peserta yang lulus 8 peserta.
"Pembelajaran selama 6 bulan kompetensi yang diajarkan meliputi desain dan batik, perlekatan lilin, pewarnaan dan penyempurnaan produk. Siswa diberi kesempatan untuk mengikuti program inkubasi," pungkasnya. (H-3)