TENTARA Nasional Indonesia (TNI) mengatakan proses promosi dan mutasi jabatan di tubuh militer berjalan berdasarkan prinsip meritokrasi dan profesionalisme. Pernyataan ini merespons kritik koalisi masyarakat sipil yang menilai Presiden Prabowo Subianto keliru dalam melihat akar persoalan promosi jabatan di lingkungan TNI.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Freddy Ardianzah mengatakan pembinaan karier di TNI sudah lama mengedepankan kompetensi dan evaluasi berkala. “Penyampaian Presiden merupakan perintah strategis. Selama beberapa dekade, promosi jabatan selalu mengedepankan meritokrasi dan kompetensi seseorang,” ujar Freddy saat ditemui di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis, 9 Oktober 2025.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Freddy menuturkan, sistem reformasi di internal TNI terus berjalan dan dievaluasi secara rutin. Ia mencontohkan jenjang promosi antar angkatan yang panjang sebagai bukti penerapan meritokrasi. “Di Kapuspen misalnya, ada leting 89, kemudian diganti 91, lalu 97. Jarak antara 91 dan 97 cukup jauh, melewati enam angkatan. Sebelum saya, ada Pak Kristomei. Hal ini menunjukkan Pak Panglima sudah menerapkan itu,” kata dia.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil menilai persoalan utama promosi dan mutasi jabatan di TNI bukan terletak pada sistem senioritas, melainkan politisasi yang kuat di lingkungan militer. “Persoalan mutasi dan promosi saat ini adalah karena politisasi yang kental di dalam tubuh TNI, bukan soal senioritas,” kata Direktur Imparsial Ardi Manto Adiputra dalam siaran pers, Selasa, 7 Oktober 2025.
Koalisi tersebut terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil, antara lain Imparsial, De Jure, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Centra Initiative, dan Raksha Initiative.
Koalisi berpendapat, sejak pemerintahan Presiden Joko Widodo (2014-2024) hingga pemerintahan Prabowo (2024-2029), proses promosi dan mutasi di TNI lebih banyak ditentukan oleh kedekatan politik dengan kekuasaan dibandingkan pertimbangan kompetensi, pengalaman, dan profesionalisme. Koalisi menilai, sejak awal Presiden Prabowo telah mengabaikan prinsip meritokrasi dan menggantikannya dengan pertimbangan kesetiaan politik.
Mereka mencontohkan kenaikan pangkat luar biasa terhadap Teddy Indra Wijaya. Teddy saat ini menjabat Sekretaris Kabinet di pemerintahan Prabowo. Ia awalnya menjadi ajudan Prabowo ketika menjabat Menteri Pertahanan pada 2019-2024, dengan pangkat mayor. Kemudian Teddy menerima kenaikan pangkat menjadi letnan kolonel pada 6 Maret 2025.
“Promosi dan mutasi cenderung hanya terjadi pada mereka yang memiliki akses politik dan ekonomi pada kekuasaan. Sementara perwira yang tidak memiliki akses politik kesulitan mendapatkan promosi meskipun berprestasi,” kata Ardi Manto.
Menurut koalisi, praktik promosi dan mutasi tersebut mengakibatkan perwira senior dengan pengalaman dan rekam jejak baik sulit naik jabatan. Sedangkan perwira junior yang dekat dengan kekuasaan memperoleh kenaikan pangkat lebih cepat.