London (ANTARA) - Sebanyak 24 menteri luar negeri (menlu) dari Inggris, Prancis, Australia, dan negara-negara lain pada Selasa (12/8) bersama-sama berjanji akan membuat bantuan kemanusiaan mengalir masuk ke Jalur Gaza, serta menekankan bahwa penderitaan kemanusiaan di Gaza telah mencapai level yang mereka sebut "tak terbayangkan."
Dalam sebuah pernyataan daring yang ditandatangani juga oleh sejumlah pejabat senior Uni Eropa (UE), para menteri tersebut menyatakan, "Ruang kemanusiaan harus dilindungi, dan bantuan tidak boleh dipolitisasi" dalam konteks Gaza.
Mereka memperingatkan tentang bencana kelaparan di wilayah kantong tersebut, seraya mengatakan, "Tindakan mendesak diperlukan saat ini juga untuk menghentikan dan mengatasi kelaparan."
Para menteri mendesak pemerintah Israel agar mengizinkan masuknya semua pengiriman bantuan dari organisasi nonpemerintah internasional dan membuka blokade bagi para pegiat kemanusiaan esensial untuk beroperasi. "Semua perlintasan dan rute harus digunakan untuk mengalirkan bantuan ke Gaza, termasuk makanan, pasokan gizi, tempat tinggal, bahan bakar, air bersih, obat-obatan, dan peralatan medis," demikian bunyi pernyataan tersebut.

Seruan ini muncul saat Gaza sedang mengalami krisis kemanusiaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yang kian memburuk sejak Maret, ketika otoritas Israel menutup semua perlintasan ke Jalur Gaza. Otoritas Israel berulang kali membantah bertanggung jawab atas meluasnya kelaparan di Gaza, yang memicu protes global. Pada Juli, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membuat unggahan di media sosial, membantah adanya kelaparan dan kebijakan apa pun yang menyebabkannya.
Penanda tangan pernyataan tersebut meliputi menlu Inggris, Australia, Belgia, Kanada, Siprus, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Yunani, Islandia, Irlandia, Jepang, Lithuania, Luksemburg, Malta, Belanda, Norwegia, Portugal, Slovakia, Slovenia, Spanyol, Swedia, dan Swiss. Para pejabat UE yang turut menandatangani termasuk Perwakilan Tinggi UE untuk Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan sekaligus Wakil Presiden Komisi Eropa Kaja Kallas, Komisioner UE untuk Mediterania Dubravka Suica, serta Komisioner UE untuk Kesetaraan, Kesiapsiagaan, dan Manajemen Krisis Hadja Lahbib.
Pada Selasa, setelah Pasukan Pertahanan Israel (Israel Defense Forces/IDF) melaporkan operasi yang sedang dilaksanakan di seluruh Gaza, rumah-rumah sakit di wilayah kantong Palestina itu melaporkan lima kematian akibat kelaparan dan malanutrisi dalam 24 jam terakhir, termasuk dua anak-anak. Dengan demikian, jumlah korban tewas akibat kelaparan dan malanutrisi sejak Oktober 2023 menjadi 227, termasuk 103 anak-anak.

Otoritas Israel berulang kali membantah bertanggung jawab atas meluasnya kelaparan di Gaza, yang memicu protes global. Pada Juli, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu membuat unggahan di media sosial, membantah adanya kelaparan dan kebijakan apa pun yang menyebabkannya
Menanggapi operasi militer Israel dan pembatasan bantuan kemanusiaan yang terus berlanjut, semakin banyak negara menyuarakan dukungan bagi hak asasi manusia rakyat Palestina. Seruan dari masyarakat internasional untuk menerapkan solusi dua negara kian kuat.
Pada 24 Juli, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa Prancis akan secara resmi mengakui Negara Palestina dalam sidang ke-80 Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada September mendatang. Pada Senin (11/8), Perdana Menteri Australia Anthony Albanese juga mengumumkan bahwa Australia akan secara resmi mengakui Negara Palestina pada September. Selesai

Penerjemah: Xinhua
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.