
DUNIA kedokteran mencatat tonggak sejarah baru setelah Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) menyetujui elamipretide, terapi pertama yang menargetkan cacat genetik pada mitokondria. Obat ini ditujukan bagi pasien Barth syndrome, penyakit langka yang dapat berakibat fatal pada bayi di tahun pertama kehidupan.
“Ini langkah penting bagi para dokter dan pasien penyakit mitokondria,” ujar Dr. Mary Kay Koenig, ahli saraf dari University of Texas. “Persetujuan ini membuktikan bahwa penyakit kompleks seperti ini dapat diobati.”
Mitokondria dikenal sebagai “pembangkit energi” sel yang menghasilkan ATP, bahan bakar utama tubuh. Namun, ketika organel ini rusak akibat mutasi genetik, dampaknya bisa parah, dari kelemahan otot hingga kejang dan bahkan kematian.
Atasi Jalan Buntu
Sebelumnya, upaya pengobatan sering menemui jalan buntu karena mekanisme penyakit yang rumit dan gejala yang sangat bervariasi antar pasien. Bahkan, elamipretide sempat dua kali ditolak sebelum akhirnya disetujui setelah lebih dari setahun proses evaluasi intensif dengan FDA.
Meski keberhasilan ini membuka harapan, perjuangan belum selesai. FDA kini tengah meninjau MT1621, obat lain untuk thymidine kinase 2 deficiency (TK2d), kelainan mitokondria yang lebih langka dengan hanya sekitar 250 kasus di dunia. Selain itu, sedikitnya tujuh terapi lain sedang diuji klinis untuk berbagai penyakit yang berhubungan dengan mitokondria.
Para ahli seperti Dr. Fernando Scaglia dari Baylor College of Medicine menyebut era baru penelitian mitokondria kini dimulai. “Kita melihat ledakan studi dan inovasi yang belum pernah terjadi sebelumnya,” ujarnya.
Penyakit Genetik
Peneliti juga melihat peluang besar di masa depan. Selain penyakit genetik langka, kerusakan mitokondria juga berperan dalam penyakit umum seperti Alzheimer, jantung, diabetes, dan penuaan. Perusahaan bioteknologi berharap terapi yang dikembangkan untuk kelainan langka bisa diperluas untuk kondisi tersebut.
Namun, jalan riset masih panjang dan menantang. Banyak uji klinis gagal memenuhi kriteria efektivitas FDA, seperti kasus obat dichloroacetate (DCA) untuk penyakit pyruvate dehydrogenase complex deficiency (PDCD) yang ditolak karena hasil subjektif dari laporan pengasuh pasien.
Uji Coba
Uji coba lain seperti KL1333 dan sonlicromanol menunjukkan hasil menjanjikan. Kedua obat ini dirancang untuk meningkatkan energi sel dan melawan stres oksidatif, dua faktor utama penyebab gangguan mitokondria.
Meski masih dalam tahap awal, para peneliti sepakat bahwa kegagalan sekalipun membawa pelajaran berharga. “Semakin banyak kita gagal, semakin cepat kita belajar,” kata Dr. Robert Pitceathly dari University College London.
Dengan terobosan elamipretide dan pipeline terapi baru yang terus berkembang, dunia medis kini semakin dekat pada impian besar: menjinakkan “mesin energi” tubuh manusia demi masa depan pengobatan genetik yang lebih cerah. (Science/Z-2)