Jakarta (ANTARA) - Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) menyarankan ASEAN untuk mengembangkan protokol tanggap darurat gas regional sebagai salah satu upaya dalam mencapai ketahanan energi.
“ASEAN dapat mengembangkan protokol tanggap darurat gas regional dengan memanfaatkan pengalaman dalam mengoordinasikan Perjanjian Keamanan Minyak ASEAN (ASEAN Petroleum Security Agreement/APSA) di masa lalu,” kata Manajer Program tentang Energi ERIA, Kentaro Noma, dalam acara “Talking ASEAN Seminar” di Jakarta, Rabu.
APSA merupakan perjanjian kerja sama regional di bidang energi yang ditandatangani oleh negara-negara anggota ASEAN pada 1986 yang bertujuan untuk menjamin keamanan pasokan minyak di kawasan.
Kentaro menyampaikan bahwa ASEA Energy Outlook memproyeksikan bahwa kawasan yang saat ini masih menjadi net exporter gas akan net importer of gas atau importir bersih gas pada 2027 -- akibat peningkatan konsumsi domestik -- yang akan berakibat pada terjadinya pergeseran besar dalam suplai energi termasuk gas.
Mempertimbangkan pergeseran keseimbangan gas yang diperkirakan akan semakin besar dalam jangka panjang, ERIA menilai bahwa ASEAN perlu menyiapkan mekanisme penyimpanan strategis gas yang bisa menjadi penyangga terhadap gangguan pasokan dan guncangan harga.
Salah satunya, seperti kerangka kelembagaan di Jepang, di mana pemerintah bekerja sama dengan sektor swasta untuk mengamankan cadangan energi.
Sebagai upaya untuk mencapai ketahanan energi di kawasan, Kentaro juga menyarankan agar ASEAN bisa meningkatkan eksplorasi gas. Negara-negara yang saat ini tercatat aktif adalah dalam eksplorasi gas adalah Indonesia, Malaysia, Brunie Darussalam, Vietnam, Thailand, dan Filipina.
Ahli dari ERIA itu juga menyoroti pentingnya Trans-ASEAN Gas Pipeline (TAGP) sebagai salah satu inisiatif infrastruktur unggulan untuk memperkuat ketahanan energi dan mendorong integrasi pasar energi di kawasan.
“Perluasan kapasitas terminal LNG (gas alam cair), termasuk unit HSRU (Heat Storage Regasification Unit), dapat menjadi pelengkap strategis dan praktis untuk infrastruktur gas di kawasan. Selain pipa fisik, pengembangan jaringan virtual di kawasan ini juga akan meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan pasokan,” ujarnya.
Tak lupa Kentaro mengingatkan akan perlunya diversifikasi sumber pasokan, struktur kontrak, dan mekanisme perdagangan. Menurutnya, pendekatan seimbang antara kontrak jangka panjang untuk keamanan pasokan dan pembelian spot jangka pendek untuk fleksibilitas dapat membantu mengelola biaya dan ketersediaan pasokan.
“Perluasan akses pihak ketiga ke terminal LNG juga penting agar memungkinkan banyak pembeli dan penjual menggunakan infrastruktur yang sama. Hal ini dapat menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan fleksibel di kawasan ASEAN,” kata dia.
ERIA merupakan Lembaga riset ekonomi yang didirikan untuk mendukung integrasi ekonomi dan pembangunan berkelanjutan di kawasan ASEAN dan Asia Timur yang didirikan di Jakarta pada 2008 melalui kesepakatan resmi di antara para pemimpin 16 negara di Asia Timur.
Baca juga: Pakar: ASEAN harus percepat transisi energi supaya perkuat daya tawar
Baca juga: ADB nilai Indonesia dapat jadi pemain utama energi terbarukan di ASEAN
Baca juga: Transisi energi ASEAN masih terganjal target konkret dan birokrasi
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.