
SEBUAH studi terbaru mengungkap teori mengejutkan tentang bagaimana peradaban Wari, kerajaan pra-Inka yang pernah berjaya di wilayah Peru kuno, berhasil memperluas kekuasaannya. Para peneliti menduga, bir yang dicampur dengan bahan psikedelik berperan penting dalam memperkuat hubungan sosial dan politik masyarakat Wari.
Temuan ini dipublikasikan pada 6 Oktober di jurnal La Revista de Arqueología Americana (The Journal of American Archaeology). Dalam penelitian tersebut, para ahli mengusulkan para penguasa Wari menggunakan campuran bir dan tanaman halusinogen Anadenanthera colubrina atau vilca, dalam ritual pesta komunal. Efek psikedelik yang “lembut namun tahan lama” diyakini mampu menumbuhkan rasa kebersamaan dan empati di antara peserta pesta, yang pada akhirnya memperkuat struktur sosial dan politik kerajaan.
“Efek jangka panjang dari bir psikedelik ini bisa bertahan hingga berminggu-minggu dan menciptakan pengalaman kolektif yang mempererat hubungan antarindividu,” ujar Justin Jennings, kurator Arkeologi Amerika Selatan di Royal Ontario Museum sekaligus salah satu penulis studi tersebut.
Efek Halusinogen
Para peneliti menemukan sisa-sisa biji vilca di situs arkeologi Wari, bersama dengan bukti pembuatan bir berbahan dasar tanaman Schinus molle. Campuran keduanya diyakini menghasilkan efek halusinogen yang tidak terlalu intens, tetapi berlangsung lebih lama, cocok untuk digunakan dalam pertemuan diplomatik atau upacara keagamaan.
Ritual minum bir ini biasanya dilakukan di area tertutup di dalam kompleks pejabat Wari, yang hanya dapat menampung beberapa puluh orang. Di tempat ini, mereka akan berkumpul selama berjam-jam untuk makan, berdoa, dan berdiskusi. Para peneliti menilai, momen ini menjadi pengalaman spiritual yang menciptakan ikatan sosial yang kuat antar peserta.
Pola Pikir Baru
Jacob Keer, salah satu penulis studi, menyebut konsumsi bir psikedelik secara teratur mungkin membantu menanamkan “pola pikir baru” yang lebih terbuka dan penuh empati, sesuatu yang sangat penting bagi kerajaan yang terus memperluas wilayah dan berhadapan dengan kelompok yang sebelumnya bermusuhan.
Namun, tidak semua akademisi setuju dengan hipotesis tersebut. Patrick Ryan Williams dari Arizona State University menilai bahwa bukti yang ada belum cukup kuat untuk memastikan vilca benar-benar dicampurkan ke dalam bir. “Menemukan biji vilca di sekitar tempat pembuatan bir bukan berarti bahan itu digunakan dalam minuman,” ujarnya.
Meski demikian, Mary Glowacki, arkeolog dari Pre-Columbian Archaeological Research Group, menyebut temuan ini “menarik dan menggugah”, meski menambahkan bahwa penggunaan zat halusinogen dalam konteks politik bukan hal baru di peradaban Andes kuno. (Live Science/Z-2)