TEMPO.CO, Jakarta - BEM Seluruh Indonesia Kerakyatan atau BEM SI Kerakyatan menanggapi surat tuntutan BEM dari 15 perguruan tinggi buntut kisruh musyawarah nasional (Munas) XVIII di Universitas Dharma Andalas, Padang, Sumatera Barat, pada 13 hingga 19 Juli 2025. Koordinator Media BEM SI Kerakyatan Pasha Fazillah Afap mengatakan tuntutan yang dilayangkan para ketua BEM merupakan hal lumrah dan segera diselesaikan secara internal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Kami menghargai setiap putusan ataupun langkah yang diambil rekan-rekan seperjuangan. Namun kiranya jika ruang diskusi dan mediasi masih terbuka lebar, viralisasi seharusnya tidak dijadikan sebagai opsi pertama,” kata Pasha kepada Tempo, Rabu, 30 Juli 2025.
Pasha berharap semua masukan dari rekan aliansi BEM konstruktif. Namun, ia menegaskan dinamika di dalam internal BEM SI Kerakyatan tidak akan menggoyahkan aliansi menyuarakan kepentingan rakyat. “Nanti kita dialog sama koordinator wilayah Jateng-Daerah Istimewa Yogyakarta,” katanya.
Sebelumnya, BEM dari 15 perguruan tinggi melayangkan tujuh poin tuntutan kepada BEM SI Kerakyatan karena insiden musyawarah nasional (Munas) XVIII di Universitas Dharma Andalas, Padang, Sumatera Barat, pada 13 hingga 19 Juli 2025.
Dalam dokumen tertanggal 26 Juli 2025, para ketua BEM 15 perguruan tinggi di Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta menandatangani pernyataan tuntutan kepada BEM SI Kerakyatan. Mereka adalah para ketua BEM dari Soegijapranata Catholic University, Universitas Sanata Dharma, Universitas Muhammadiyah Kudus, Universitas PGRI Semarang, Universitas Muria Kudus, Universitas Semarang. Kemudian, Ketua BEM Universitas Wahid Hasyim, Universitas Pembangunan Nasional, Universitas Negeri Semarang, Universitas Amikom Yogyakarta, Universitas Wijaya Kusuma Purwokerto, Universitas Respati Yogyakarta. Lalu ada dari Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Slamet Riyadi, dan Sekolah Tinggi Multi Media Yogyakarta.
“Memberikan sanksi tegas kepada universitas atau delegasi yang terbukti melakukan tindakan kekerasan selama forum berlangsung, baik kekerasan fisik, psikis, maupun simbolik, yang telah mencederai prinsip musyawarah dan semangat kolektif,” bunyi poin pertama tuntutan.
Tuntutan lain, para ketua BEM ini menolak praktik kedekatan dengan elit penguasa dan aktor politik, serta mendesak agar BEM SI Kerakyatan menjaga integritas perjuangannya dengan menjauhi segala bentuk intervensi atau kooptasi kekuasaan. Mereka juga mengecam praktik politik praktis yang terjadi dalam proses Munas BEM SI kerakyatan ke-18.
“Praktik ini mencederai semangat kemahasiswaan dan mengarah pada politisasi forum untuk kepentingan kelompok tertentu,” kata mereka.
Mereka juga menuntut Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan untuk mengevaluasi dan menindak tegas pelanggaran SOP yang berlangsung pada Munas BEM SI Kerakyatan ke-18.
Sebelumnya, sejumlah BEM memutuskan keluar dari keanggotaan aliansi BEM SI Kerakyatan setelah mengikuti Musyawarah Nasional XVIII di Padang, Sumatera Barat, pada pertengahan Juli 2025. BEM dari sejumlah kampus mundur karena forum yang digelar di Universitas Dharma Andalas itu dihadiri sejumlah pejabat pemerintah hingga aparat keamanan.
Pejabat yang hadir dalam munas BEM SI Kerakyatan, antara lain Menteri Pemuda dan Olahraga atau Menpora Ario Bimo Nandito Ariotedjo, Wakil Gubernur Sumatera Barat Vasko Ruseimy, dan Ketua Umum Partai Perindo sekaligus Co-Chief Executive Officer MNC Group Angela Tanoesoedibjo. Tak hanya itu, munas BEM SI juga dihadiri pimpinan Kepolisian Daerah Sumatera Barat dan Badan Intelijen Sumatera Barat.
Panitia Munas BEM SI Kerakyatan, Rifaldi, mengatakan kehadiran pejabat negara merupakan bagian dari seremoni pembukaan yang diinisiasi oleh Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Sumatera Barat. Ia menegaskan bahwa undangan tersebut bersifat teknis dan tidak memengaruhi independensi gerakan.
“Kami berkomitmen itu tidak ganggu independensi kami untuk mengkritik kekuasaan,” kata Rifaldi.
Kehadiran pejabat negara ditentang anggota aliansi. BEM Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Diponegoro (Undip), Universitas Sultan Agung (Unissula), dan Universitas Tanjungpura (Untan) secara terbuka menyatakan pengunduran diri mereka.