Jakarta (ANTARA) - Duta Besar Pakistan untuk Indonesia Zahid Hafeez Chaudhri menyerukan komunitas global untuk mendesak implementasi resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB) untuk mengakhiri konflik panjang di Kashmir yang diduduki India.
Resolusi yang dimaksud salah satunya merujuk pada Resolusi DK PBB 47 tahun 1948 yang mengatur tentang pemulihan perdamaian dan keterlibatan serta pelaksanaan plebisit atau pemungutan suara rakyat untuk menentukan nasib sendiri di Negara Bagian Jammu dan Kashmir.
“Kini, masyarakat internasional harus maju dan menuntut pelaksanaan penuh Resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa,” kata Dubes Chaudhri dalam acara di Kedutaan Besar Pakistan di Jakarta, Selasa yang menandai enam tahun sejak pemerintah India mencabut status otonomi khusus Jammu dan Kashmir pada 5 Agustus 2019.
Dubes Chaudhri menyampaikan bahwa langkah India mencabut status ekonomi khusus di Jammu dan Khasmir sebagai langkah untuk memperkuat pendudukannya yang ilegal atas wilayah Jammu dan Kashmir.
Menurutnya, keputusan tersebut merupakan sebuah sengketa yang mencakup tiga dimensi penting. Pertama, dimensi hukum internasional karena India telah melanggar banyak prinsip hukum internasional dengan tidak melaksanakan dan tidak menghormati Resolusi DK PBB.
“Hingga saat ini, sengketa Jammu dan Kashmir masih menjadi agenda tertunda terbesar di Dewan Keamanan PBB. Oleh karena itu, penyelesaian damai atas sengketa Jammu dan Kashmir sesuai dengan Resolusi Dewan Keamanan PBB sangat penting,”ucapnya.
Dimensi penting kedua adalah dimensi perdamaian dan keamanan karena Chaudhri menilai bahwa sengketa yang telah berlangsung lama ini, menyebabkan perdamaian dan keamanan di kawasan, khususnya di Asia Selatan, tidak dapat dijamin.
Oleh itu, Pakistan, lanjutnya, meyakini bahwa penyelesaian damai atas sengketa yang telah berlangsung lama adalah hal yang penting demi perdamaian dan keamanan yang berkelanjutan di kawasan Asia Selatan.
Sedangkan dimensi ketiga yang dimaksud diplomat tersebut adalah dimensi hak asasi manusia karena sengketa tersebut disebutnya tidak hanya mengenai wilayah namun juga menyangkut hak rakyat Jammu dan Kashmir untuk menentukan nasib sendiri.
“Kami mendesak India — dan masyarakat internasional menyerukan kepada India — untuk membebaskan seluruh pemuda Kashmir dan para pemimpin Kashmir yang saat ini dipenjara secara sewenang-wenang. Dan masyarakat internasional juga menyerukan kepada India agar melaksanakan Resolusi Dewan Keamanan PBB secara penuh,” kata Chaudhri.
Adapun konflik antara Pakistan dan India mengenai penguasaan wilayah Jammu dan Kashmir telah berlangsung sejak 1947. Namun, ketegangan sempat meningkat pada akhir April lalu.
Tentara India mengatakan bahwa angkatan bersenjata Pakistan telah melepaskan tembakan tanpa provokasi di sepanjang garis kendali (LoC) dan perbatasan internasional di wilayah perbatasan Jammu dan Kashmir.
“Pada malam 29-30 April, pos-pos tentara Pakistan memulai tembakan senjata ringan tanpa provokasi melintasi garis kendali di seberang sektor Naushera, Sunderbani, dan Akhnoor di Wilayah Persatuan Jammu dan Kashmir,” kata tentara India dalam sebuah pernyataan pada 30 April.
India dan Pakistan berbagi perbatasan sepanjang 3.323 kilometer yang sebagian merupakan perbatasan internasional. Ada juga garis kendali di Jammu dan Kashmir, serta Garis Posisi Tanah Aktual di wilayah sengketa Gletser Siachen.
Pada 22 April, serangan teroris terjadi di dekat kota Pahalgam di Jammu dan Kashmir, India, menewaskan 26 orang, termasuk seorang warga negara Nepal.
Baca juga: OIC Youth Indonesia serukan pengakhiran pelanggaran HAM di Kashmir
Baca juga: PBB ikuti perkembangan India dan Pakistan usai serangan di Kashmir
Pewarta: Kuntum Khaira Riswan
Editor: Azis Kurmala
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.